Memperingati
Hari Pahlawan merupakan saat yang tepat untuk mengevaluasi ulang pemahaman kita
akan arti pahlawan. Jika tidak, ia hanya akan menjadi seremoni tampa makna, tak
membuat perubahan apa pun bagi negara. Negara seperti dibiarkan berjalan menuju
bibir jurang.
Menghadapi
situasi seperti sekarang kita berharap muncul banyak pahlawan dalam segala
bidang kehidupan. Dalam konteks ini kita dapat mengisi makna Hari Pahlawan yang
kita peringati setiap tahun pada 10 November, termasuk pada hari ini. Bangsa ini
sedang membutuhkan banyak pahlawan, pahlawan untuk mewujudkan Indonesia yang
damai, Indonesia yang adil dan demokratis, dan meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
Hiruk
pikuk menjelang hari pahlawan pada tanggal 10 November 2011 seolah-olah
tenggelam oleh ulasan fenomena “komodo”, “pertemuan SBY dan SMI”, Sea Games,
dll.
Dari
beberapa surat kabar yang terlihat di headline, hanya kecil sekali yang
mengupas seputar kisah-kisah atau kilas balik para pahlawan. Melihat
kecenderungan ini seolah-olah media sudah bosan mengupas nama besar dan
kisah-kisah heroik para pahlawan. Tanggung jawab itu seolah dibebankan semuanya
di dunia pendidikan. Minimnya kreatifitas dalam mengajarkan nilai-nilai
kepahlawanan seolah menjadi titik nadir dalam perjalanan bangsa ini.
Rasa
kepedulian yang sangat kecil dari kelompok masyarakat seolah menjadi jawaban
bahwa tidak ada keuntungan baik moril maupun materil jika mengenal para
pahlawan. Pahlawan hanya dijadikan alat untuk mendapatkan nilai dan menjadi
dongeng pengantar tidur. Sikap tidak merasa memiliki ini bisa jadi bukan melulu
kesalahan masyarakat, bisa jadi bukan kesalahan para pahlawan, semua itu
berawal dari system yang pada akhirnya membuat masyarakat kehilangan
kebanggaannya terhadap para pahlawan. Pelajaran dan penyajian yang hanya
mengedepankan ranah kognitif bisa jadi salah satu penyebabnya. Kita sudah lama
dijejali oleh tanggal-tanggal dan nama-nama tokoh tanpa dijelaskan hakikat dari
mempelajari sejarah itu sendiri.
Lihat
saja perayaan hari besar lainnya. Semuanya seolah-olah merasa sudah cukup
dengan sekedar melaksanakan upacara bendera dan mengeheningkan cipta. Kita
perlu langkah lain yang dapat membelajarkan bangsa ini untuk lebih mengenal dan
bangga sebagai bagian dari anak bangsa Indonesia yang memiliki para pahlawan dan
pejuang besar untuk merebut kemerdekaan. Menghasilkan sikap positif ini akan
menjadi titik tolak dalam mengembangkan mental juang anak bangsa untuk bangkit
sejajar dengan bangsa lain.
Mengenal
pahlawan bisa dilakukan dengan berbagai cara secara terintegrasi akan
menghasilkan persepsi positif. Menulis puisi, riset di perpustakaan, bermain
peran, mengadakan minggu pahlawan, hari pahlawan, jika aku menjadi “pahlawan”,
atau inovasi dan kreativitas lain akan menjadi momentum indah dan cara yang
mudah diingat bahkan akan menjadikan para pahlawan itu sebagai panutan dalam
memperjuangkan hidupnya di masa yang akan datang.
Sampai
saat ini belum ada jawaban mengapa hanya dengan mengandalkan senjata tua,
senjata tradisional, dan bambu runcing mampu mengalahkan Belanda dan Jepang.
Saat ini, dengan senjata yang jauh lebih modern dan jumlah yang banyak martabat
kita direndahkan dan tidak dihargai oleh Negara lain. Kedaulatan di darat,
kedaulatan di laut, kedaulatan di udara begitu mudahnya ditembus dan oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Betapa
banyak kapal ikan asing yang menyedot ikan dan kekayaan laut lainnya dapat
dengan tenang melempar sauh di wilayah laut kita. Pesawat tempur kita bahkan
tidak berdaya mencegat pesawat tempur asing yang memasuki wilayah udara
Indonesia. Di darat, para penjahat dari mulai penjahat jalanan sampai para
penjahat kakap bebas berkeliaran menyakiti rakyat kecil yang kelaparan dan
hidup dalam ketidakberdayaan. Bagaimana perut bumi kita dikeruk dan diambil
hasilnya dengan sepengetahuan kita di Papua sana.
Semakin
banyak anak bangsa ini yang kehilangan identitas nasionalismenya. Semakin
banyak anak bangsa ini kehilangan kebanggaannya sebagai orang Indonesia. Mereka
lebih mengenal budaya dan kehebatan bangsa asing dibandingkan dengan budaya dan
kebesaran bangsa sendiri. Bagaimana tidak, setiap hari yang mereka tonton, yang
mereka tiru, yang mereka pakai, ingat adalah produk-produk asing. Minum, makan,
berpakaian,perlengkapan rumah, bahkan perlengkapan sekolah pun didominasi oleh
produk asing.
Kebanggaan
akan kehebatan masa lalu hanyalan imajinasi yang sulit digapai oleh ketiadaan
sumber dan media yang membuktikannya. Pendekatan ilmiah seolah mengaburkan
sisi-sisi pendekatan sederhana yang harus disampaikan dan dikembangkan sejak
dini. Jika saya bertanya kepada murid-murid pahlawan yang ada di daerah asal
mereka, anak-anak hanya bisa menyebutkan satu dua orang saja bahkan banyak
diantara mereka tidak bisa menyebutkan pahlawan-pahlawan yang ada di daerah
asalnya.
Kenyataan
di atas adalah salah satu contoh titik lemah dalam mengenalkan para pahlawan di
Indonesia. Langkah yang harus kita lakukan adalah bagaimana melakukan
kreatifitas dan kebijakan baru untuk memperkenalkan para pahlawannya.
Terima
kasih para pahlawan yang telah berjuang menjadikan bangsa ini menjadi bangsa
yang besar.
Wahai
calon pahlawan, negeri ini menunggu kiprahmu untuk menjadi seorang pahlawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar